Kasus Prita adalah salah satu contoh tentang bagaimana DPR membentuk UU yang tidak berkualitas. Kasus sejenis banyak terjadi dan menimpa kalangan jurnalis, perempuan pekerja, dan kelompok agama dan minoritas lain yang dianggap bertentangan dengan mainstream.
Hendardi menambahkan, perdebatan "penegakan hukum" versus hak asasi manusia sempat mewarnai kontroversi penerapan UU ITE. UU ini sejak awal telah mengundang kontroversi serius karena mengancam kebebasan berpendapat dan menjadi tameng penutup bagi dugaan korupsi, keburukan layanan publik.
Kamis (4/5) pagi, Prita menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tangerang. Jaksa membacakan dakwaan dengan memakai Pasal 27 UU ITE yang memuat ancaman hukuman maksimal enam tahun. Ia didakwa mencemarkan nama baik RS Omni Internasional, Serpong, Tangerang, Banten.[baca: E-mail Pembawa Prita ke Penjara].
Kasus Prita Cermin Legislasi Buruk
Diposting oleh
Inspirasiku
on Jumat, 05 Juni 2009
Jakarta: Kasus Prita Mulyasari merupakan salah satu contoh dampak legislasi yang tidak berkualitas dan sudah berjalan dalam 10 tahun terakhir ini. Demikian diungkapkan Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Hendardi dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (4/6).
Menurut Hendardi, produk hukum dengan karakter serupa UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengandung bias tafsir, dilandasi semangat pembatasan hak asasi manusia. Pesan politik penyeragaman dan berkarakter represif adalah tren baru legislasi di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar